Jumat, 09 April 2010

Hukum Non Muslim masuk masjid

Masjid adalah bentuk isim makan dari sajada yang artinya tempat yang khusus untuk bersujud menyembah kepada Alloh. Masjid juga merupakan tempat yang paling dicintai oleh Alloh SWT. Ada 2 kategori masjid dimuka bumi ini yaitu,: 1) Masjid Al Haram, 2) Selain Masjidil Haram. Sebagian besar ulama menyatakan bahwa masuk masjidil Haram bagi non Muslim hukumnya adalah haram. Hal ini berdasarkan firman Alloh SWT dalam surat At-Taubah, ayat 28:
يَآأَيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنَّمَا اْلمُشْرِكُوْنَ نَجَسٌ فَلاَ يَقْرَبُوا اْلمَسْجِدَ الْحَرَامِ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا......
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman ! Sesungguhnya orang-orang musrik itu najis (kotor jiwanya), maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram setelah tahun ini.

Berdasarkan ayat diatas para ulama berbeda pendapat mengenai hukum non Muslim masuk kedalam masjid.
1. Menurut madzhab Syafi’i
Imam Syafi’i berpendapat dengan dhohir daripada ayat tersebut yaitu khusus Masjidil Haram semua orang Kafir (non Muslim) tidak boleh memasukinya. Adapun selain masjidil Haram boleh.
2. Menurut madzhab Maliki
Imam Malik berpendapat bahwa orang musyrik itu adalah najis. Keharaman memasuki masjid berlaku untuk semua masjid, baik Masjidil Haram maupun masjid-masjid yang lain.
3. Menurut Madzhab Hanafi
Imam Abu hanifah berpendapat bahwa ayat tersebut adalah pelarangan bagi orang-orang kafir untuk melaksanakan haji dan umroh setelah tahun ini yaitu tahun 9 Hijriyyah.

Berdasarkan beberapa pendapat ulama diatas, Imam Al Khothobi berpendapat bahwa orang non Muslim hukumnya jawaz (boleh) memasuki masjid selain Masjidil Harom dengan beberapa syarat sebagai berikut:
1. Mempunyai hajat seperti membayar hutang kepada orang Muslim yang berada di dalam Masjid.
2. Bertahkim (meminta keadilan) kepada hakim yang hakim tersebut berada di dalam masjid. Pernah Rosululloh SAW menerima tamu orang-orang Yahudi di dalam masjid. Rosul juga pernah memnerima utusan orang Kafir dari Thoif . Rosul juga pernah menyuruh sahabat beliau untuk mengikat tawanan perang di dalam masjid.
3. Ada izin dari imam masjid.
Kalau tidak ada tujuan apa-apa bahkan masuknya orang non Muslim tersebut dikhawatirkan akan mendatangkan madlorot bagi kaum muslimin dan menjadikan fitnah maka sebaiknya memakai pendapatnya Imam Malik yang melarang kepada orang-orang non Muslim untuk memasuki semua masjidnya orang Islam. Wallohu a’lam

Sumber:
1. Muhammad Ali As Shobuni, Tafsir Ayatul Ahkam, Darul Kutub Al Islamiyyah juz I, cet 2001 hal: 460.
2. Muhammad bin Ismail Al Amir Yamani As Shon’ani, Subulus Salam,Daarul Kutub Al Ilmiyyah, Beirut Libanon, jilid I cet.III 2004, hal: 161.
3. www. harianbangsa.com

Sabtu, 27 Maret 2010

Simbah Kyai Muhammad Mubarrid, Pajang, Solo


(Aku dan Simbah Kyai Muhammad Mubarid di rumah Pak Suri, Mojosongo tanggal 27 Januari 2010 pada pengajian rutin Rabu terakhir tiap bulan)

Beliau adalah seorang ulama yang tidak ada duanya di kota Solo ini. Beliau lahir di kampung Kauman, Solo pada tahun 1922. Ketika ditanya, “Kam umruka ?” beliau menjawab dengan bahasa Inggris “ Double six”. Sejak kecil beliau cinta terhadap ilmu agama terutama ilmu nahwu shorof. Bahkan sampai sekarang beliau masih hafal bait-bait nadhom kitab Alfiah ibn Malik. Ketika saya tanya , beliau menjelaskan pernah belajar di beberapa pesantren dan ulama-ulama Solo ketika itu. Diantaranya Simbah Kyai Idris ,pengasuh Pondok Pesantren Jamsaren, Simbah Kyai Mashud, langgar Wustho, Kampung Baru, Solo yang mengajar Alfiah. dan Pesantren Manba’ul Ulum, Masjid Agung Surakarta.

Melihat pendidikan beliau, maka tak heran selain beliau mahir berbahasa Arab, juga mahir berbahasa Inggris. Karena ketika itu Manba’il Ulum adalah salah satu pesantren tertua yang menggunakan sistim modern yang didirikan oleh Paku Buwono X. Suatu ketika pada tahun 2002, awal saya kenal dengan beliau, saya diajak teman untuk ndereake beliau mengisi pengajian di Wonogiri, tepatnya didekat waduk Gajah Mungkur. Para hadirin sebelum beliau berbicara di atas panggung seakan-akan meremehkan beliau. Karena dari segi penampilan beliau sangat sederhana. Beliau memakai sandal jepit, jas yang sudah lusuh dan sarung juga sudah lusuh. Namun ketika beliau mulai berpidato dengan bahasa yang banyol dan suara lantang beliau menggunakan bahasa Inggris dan Arab selain menggunakan pengantar bahasa jawa. Spontan para pemuda dan hadirin tertegun mendengar kealiman beliau.

Beliau adalah seorang ulama yang senang bersilaturahmi kepada semua orang. Kepada para habaaib, ulama dana selalu aktif hadir dalam majlis ilmu dimanapun berada. Beliau rajin hadir dimajlisnya Al Habib Anis di Gurawan, Pasar kliwon, Solo dengan mengendarai sepeda onthel dari rumah beliau di kampung Ngenden, Pajang.

Dalam kesehariannya selain mengajar dibeberapa majlis ilmu beliau juga berbisnis dengan jual beli sepeda onthel. Beliau kemana-mana kalau tidak dijemput selalu mengendarai sepeda onthel dengan memakai caping yang lebar dan selalu membawa tas yang isinya beberapa kitab. Dan yang tidak pernah ketinggalan adalah kitab Shofwatut Tafasir karya Syaikh Ali As Shobuni.

Ketika saya tinggal di Laweyan, saya bertemu dengan beliau di Pasar Jongke. Beliau berkata pada saya,” Kulo pingin silaturohmi ting nggen jenengan, mangke kulo dijemput,”. Senang sekali rasanya rumahku akan dirawuhi oleh seorang ulama yang dekat sekali dengan Alloh SWT. bahkan salah satu muridnya pernah berkata kepada saya bahwa beliau adalah mempunyai derajat sebagai auliya (kekasih Alloh). Hal tersebut saya rasakan sekali bahwa wajah beliau memancarkan sinar kearifan dan selalu menyenagkan hati orang lain. Bahkan ketika saya boncengkan beliau menuju rumah saya, setiap kali beliau berpapasan dengan orang walaupun tidak dikenal, beliau selalu mengucapkan salam sambil tersenyum dan mengacungkan kedua jempol beliau. Alhamdulilah ketika itu saya baru saja dikaruniai Alloh seorang anak, dan Simbah Kyai Mubarrid mendo’akan anak saya.

Terakhir ketika pada tanggal 6 Februari 2010 saya tertimpa musibah, ditabrak mobil ketika perjalanan ke Klaten untuk mengajar. Beliau menjenguk saya 2 kali dan selalu mendokan dan beliau berkata,” antum sekarang bersyukurlah karena sedang diberi bintang oleh Allah SWT. Bahkan dalam majlis-majlis ilmu yang beliau asuh selalu mendokan agar saya cepat diberi kesembuhan. Terima kasih mbah Barid engkau adalah seorang ulama yang sangat ikhlas dan tulus dan mempunyai derajat tinggi di sisi Alloh yaitu derajat Waliulloh, semoga Alloh memanjangkan umur beliau untuk mengajarkan ilmunya kepada kita semua. Amin.

Selasa, 29 Desember 2009

Ucapan selamat natal


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Team forsansalaf yang kami hormati, ada satu pertanyaan yang kami mohon untuk dijawab.

Gimana menurut pendangan islam tentang seorang muslim mengucapkan selamat natal kepada orang kristiani.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

from : islamhakiki

FORSAN SALAF menjawab :

Wa’alaikum salam Wr. Wb.

Selamat natal bagi kaum nasrani berarti ucapan selamat atas kelahiran Yesus sebagai anak Tuhan. Dalam Al-Qur’an Allah SWT menyebutkan keselamatan atas kelahiran Nabi Isa as, sebagaimana firman Allah :

وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا

“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (Q.S. Maryam ;33)

Namun ayat di atas, dalam konteks Nabi Isa sebagai makhluk pilihan Allah, bukan sebagai anak Tuhan. Oleh karena itu, ketika seorang muslim mengucapkan selamat natal kepada kaum nasrani, berarti melegalkan keyakinan akan Yesus sebagai anak Tuhan. Allah berfirman :

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آَبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

“ Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.“ (Q.S. alMujadalah ; 22)

Yang harus dikatakan dari orang muslim kepada orang-orang kafir bukanlah ucapan selamat, akan tetapi mengajak kembali ke agama Islam dan meninggalkan keyakinan sebelumnya. Allah SWT berfirman :

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ فَآَمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلَا تَقُولُوا ثَلَاثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلًا

“ Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: “(Tuhan itu) tiga”, berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara.“ (Q.S. An-Nisa’ ; 171)

Dalam ayat lain Allah berfirman :

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ

“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah“ (Q.S. Ali Imron ; 64)

Kalimat-kalimat seperti dalam ayat-ayat itulah yang harus diucapkan dan disampaikan kepada mereka, bukan justru melegalkan keyakinan mereka yang salah. Mensyukuri atas kelahiran dan diutusnya Nabi Isa dan para nabi lainnya adalah satu kewajiban bagi setiap muslim. Salam juga disebutkan dalam Al-Qur’an untuk nabi-nabi selain Nabi Isa, sebagaimana firman Allah :

سَلَامٌ عَلَى نُوحٍ فِي الْعَالَمِينَ

“Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam.”

Juga kepada Nabi Musa :

سَلَامٌ عَلَى مُوسَى وَهَارُونَ

“Kesejahteraan dilimpahkan atas Musa dan Harun.”

Begitu juga kepada Nabi Ilyas :

سَلَامٌ عَلَى إِلْ يَاسِينَ

“Kesejahteraan dilimpahkan atas Ilyas.”

Salam juga disebutkan dalam Al-Qur’an bagi orang yang mengikuti petunjuk Allah. Firman Allah :

وَالسَّلَامُ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى

“Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. “

Oleh karena itu, orang-orang yang menyekutukan Allah SWT atau meyakini Allah mempunyai anak, tidak layak untuk mendapatkan ucapan selamat.

Adapun toleransi (kerukunan) antar umat beragama, maka Islam telah mengaturnya dalam Al-Qur’an :

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ # لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ # وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ

“Katakanlah (Muhammad), wahai orang-orang kafir. Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah” (Q.S. Al Kafirun 1-3)

Dalam ayat lain :

لِي عَمَلِي وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا تَعْمَلُونَ

“Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Yunus ; 41)

Ucapan selamat natal kepada orang nasrani merupakan syiar agama mereka dan terhitung sebagai ibadah bagi mereka.

Selain itu, tidak ada nash yang menetapkan tanggal 25 Desember adalah hari kelahiran Nabi Isa as. Malah tidak ada satu pun ahli sejarah yang membenarkannya. Bahkan British Encylopedia dan American Ensyclopedia sepakat bahwa 25 bukanlah hari lahirnya Isa as. Selain itu, ritual perayaan mereka atas kelahiran Nabi Isa sangatlah bertentangan dengan syariat Islam. Bukankah kemungkaran harus kita ingkari ?

Rasulullah SAW selama hidup beliau tidak pernah mengucapkan salam kepada orang-orang kafir. Sebagaimana dalam surat menyurat beliau kepada raja-raja kafir, beliau menyertainya dengan kalimat : السلام على من اتبع الهدى (semoga keselamatan atas orang yang mengikuti petunjuk Islam), salam itu tidak ditujukan kepada para raja kafir.

Adapun puasa Asyura’ yang dilakukan dan diperintahkan oleh Rasulullah bukanlah karena mengikuti cara ibadah orang Yahudi, akan tetapi Nabi SAW mengambil alih ibadah itu karena kaum muslimin lebih berhak menghormati Nabi Musa. Sabda Rasulullah SAW:

نَحْنُ أَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ

“Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian”

Bahkan beliau menganjurkan bagi umatnya untuk berpuasa sehari sebelumnya agar tidak serupa dengan ibadah orang-orang Yahudi. Oleh karena itu, mengucapkan selamat natal adalah termasuk bentuk peyerupaan diri dengan orang nasrani.

Akhirnya, marilah kita baca surat Al-Ikhlas dengan penuh keyakinan akan keesaan Tuhan.

بسم الله الرحمن الرحيم . قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)

Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”

sumber: www.forsansalaf.com

Minggu, 29 November 2009

Bacaan Basmalah dalam sholat

Bacaan basmalah dalam sholat

Oleh: Abdulloh Faqieh

Para ulama sepakat bahwa bacaan“basmalah” merupakan sebagian ayat dari surat An Naml, tapi mereka berbeda pendapat tentang basmalah di awal surat. Tentang hal tersebut ada 3 pendapat yang masyhur:

1. Bahwa basmalah ayat dari Al Fatihah dan dari setiap surat, oleh karena itu membacanya wajib dalam Fatihah, dan hukumnya seperti dalam Fatihah baik dalam sir dan jahrnya. Adapun dalil yang menguatkan ini adalalah dari haditsnya Nu’aim Al Mujammir dia berkata:

صليت وراء أبي هريرة فقرأ: بسم الله الرحمن الرحيم ثم قرأ بأم القرآن،، الحديث

Artinya: Saya sholat Abu Hurairah dia membaca “ Bismillahirrohmaanirrohiim” kemudian baca Al Fatihah …………

Kemudian di akhir hadits tersebut Abu Hurairah berkata:

و الذي نفسي بيده إني لأشبهكم صلاة برسول الله صلى الله عليه وسلم

(رواه النسآئي وابن خزيمة وابن حبان)

Artinya: Demi Dzat yang aku di tangan-Nya sesungguhnya aku menyerupakan kepada kalian dengan sholatnya Rosululloh SAW (H.R.Nasa’i, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)

Ini adalah pendapat Imam Syafi’i, Ahmad ,Abu Tsur dan Abu Ubaid.

2. Basmalah merupakan ayat tersendiri yang diturunkan untuk memisahkan diantara surat, dan membacanya boleh bahkan disunahkan , akan tetapi tidak disunahkan membaca jahr, hal ini berdasarkan Hadits dari Anas, dia berkata:

صليت خلف رسو ل الله صلى الله عليه وسلم وخلف أبي بكر وعمر وعثمان، وكانوا لا يجهرون ببسم الله الرحمن الرحيم (رواه النسآئي وابن حبان والطحاوي)

Artinya: Saya sholat di belakang Rosululloh SAW. Dan Umar dan Utsman, mereka tidak mengeraskan dengan Bismillahirrohmaanirrohiim. (H.R. Nasa’i, Ibnu Hibban dan At Thohawiy)

Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Sofyan Tsauriy dan Ahmad bin Hanbal

3. Basmalah bukan termasuk Al Fatihah dan bukan selainnya, dan membacanya makruh baik sir maupun jahr dalam sholat Fardlu. Adapun sholat sunnah boleh. Madzhab ini tidak kuat. Ini adalah pendapat Imam Malik.

Ibnu Qoyyim menyimpulkan antara pendapat pertama dan kedua bahwa Rosululloh SAW. terkadang mengeraskan Basmalah dan terkadang merahasiakannya (membaca sir).

Sumber: 1. Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah Daar el Fikr (1983): 115 jilid 1

2. Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Daar el Kutub el Islamiyah : 89 juz 1

Jumat, 27 November 2009

Ibadah haji


Ibadah haji adalah salah satu rukun islam yang diketahui seluruh umat secara umum, telah disepakati atas kefardhuannya. Jika seseorang menyatakan bahwa haji tidaklah wajib, maka dia keluar dari islam. Kewajiban haji ini adalah bagi setiap muslim yang mampu, sekali dalam seumur hidup, begitupula dengan umrah.

Ibadah haji dijadikan sebagai rukun islam yang kelima, rukun penutup. Hal ini menunjukkan bahwa rukun haji adalah penyempurna keislaman seseorang. Sebab dengan berhaji seorang muslim telah menyempurnakan rukun islamnya.
Sebagian ulama menuturkan tentang keutamaan ibadah haji ini, bahwa didalamnya terdapat beraneka ragam ibadah, ibadah qauliyyah (perkataan/bacaan tertentu), ibadah badaniyah (bertumpu pada kekuatan fisik), ibadah maaliyah (bertumpu pada kelebihan harta), dan ibadah qalbiyyah (menjaga dan menata hati). Semuanya terhimpun dalam satu ibadah yaitu haji.

Seseorang yang berangkat menunaikan ibadah haji, berarti dia telah menghadapkan semua miliknya, harta, badan, kemampuan dan kebersihan hati hanya kepada Allah SWT. Kepasrahan yang tampak pada dirinya dan ketawakalan yang mantap di hatinya menunjukkan iman yang sempurna. Meninggalkan sanak saudara, kekasih tercinta demi Allah SWT. Disinilah akan tampak jiwa mukmin sejati, dimana dia lebih mengutamakan kecintaan Allah daripada kecintaan manusia.

Lebih-lebih jika dia telah sampai di Makkah, menatap Ka’bah Al Musyarrofah, Baitullah, lalu meneteskan air mata karena melihat kebesaran dan keagungan Allah disana, dan merasakan kehinaan dan kekerdilan dirinya di hadapan Allah SWT. Ketika memenadang Ka’bah dia tidak lagi ingat siapapun, yang ada di mata dan ahtinya adalah kemuliaan Allah, hanya Allah yang selalu disebut-sebutnya. Subhanallah, orang semacam inilah yang dekat kepada Allah SWT.

Kewajiban Haji

Kapan ibadah haji ini diwajibkan?, disini ada khilaf. Pendapat yang shohih menurut kebanyakan ulama Syafi’iyyah adalah tahun 6 Hijriyah. Sebagian mengatakan pada tahun ke 9 Hijriyah, tahun al Wufud, tahun dimana banyak kontingen atau utusan dari beberapa tempat datang kepada Rasulullah dan menyatakan islam dihadapan beliau. Pendapat ini dibenarkan oleh Qadhi ‘Iyadh dan Al Qurthubi dan imam lainnya.. Sementara ada sebagian mengatakan, diwajibkan pada tahun 5 Hijriyah.

Ibadah Haji diwajibkan dengan firman Allah SWT (yang artinya):
“ Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup (mampu) mengedakan perjalanan ke Baitullah “ (QS.Ali ‘Imraan 97)
Yang dimaksud dengan kemampuan ialah bila seseorang memiliki apa yang diperlukannya dalam perjalanan untuk menunaikan haji, berangkat dan kembali, berupa kesehatan tubuh, bekal, kendaraan dan yang semacam itu disamping nafkah untuk isteri dan anak-anaknya dan siapa yang ditanggungnya sampai dia kembali ke tanah airnya.

Kemampuan ini tentunya berbeda-beda menurut perbedaan keadaan manusia itu sendiri, tempat tinggalnya dan kendaraannya. Sebab masing-masing daerah memiliki perbedaan ekonomi, biaya dan alat transportasi.

Al Habib Abdullah Al Haddad dalam An Nashoihud Diniyyah menyebutkan, barangsiapa yang memaksakan diri padahal dia tidak wajib haji, karena kerinduannya kepada Baitullah al Haram dan karena keinginannya untuk melaksanakan syariat agama islam, maka yang demikian menunjukkan atas kesempurnaan iman dan tentu pahalanya lebih banyak dan besar.
Akan tetapi dengan syarat dia tidak menyia-nyiakan dengan sebab perjalanan hajinya sedikitpun dari hak-hak Allah, baik dalm perjalanan maupun di tanah airnya, jika tidak begitu maka dia berdosa. Seperti bila dia berangkat dan meninggalkan orang-orang yang wajib dia nafkahi dalam keadaan terlantar tidak memiliki apa-apa, atau dalam perjalanannya mengandalkan orang lain dengan meminta-minta kepada mereka atau menyia-nyiakan sholat fardhu atau melakukan perbuatan yang diharamkan dalam perjalanan. Orang semacam ini adalah ibarat orang yang membangun istana tapi pada waktu sama dia menghancurkan kota.

Maka seharusnya setiap orang yang menunaikan ibadah haji,benar-benar mempersiapkan dhohir dan bathin, sehingga setibanya di Al Haramain, Makkah dan Madinah dia tahu apa yang harus dikerjakannya. Dia harus tahu bagaimana menghormati kedua tempat suci itu dan apa saja adab atau etika saat berada disana. Jangan sampai dia melakukan haji tapi diselingi dengan kemungkaran dan pelanggaran sehingga bukannya Rahmat dan Ridho Allah yang didapatnya, tapi justru Murka dan Kemarahan Nya. Sebab tidaklah sama kemungkaran yang dikerjakan di dua kota suci tersebut dengan kota lainnya. Akan lebih berat sangsi dan akibatnya.

Keutamaan Haji

Banyak sekali riwayat yang datang menjelaskan keutamaan ibadah haji, diantaranya adalah sabda Rasulullah SAW (yang artinya):
“ Barangsiapa berhaji ke Baitullah, lalu dia tidak berkata keji dan tidak berbuat kefasikan, maka dia akan keluar dari dosa-dosanya seperti hari dia dilahirkan oleh ibunya “ (HR. Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah RA)
Imam al Baihaqi dan Ad Daaruquthni meriwayatkan bahwa Rasululah SAW bersabda (yang artinya):
“ Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk haji atau umrah, lalu meninggal, maka dia diberi pahala sebagai orang yang haji dan umrah sampai hari kiamat. Dan siapa yang meninggal di salah satu Al Haramain (Makkah atau Madinah) maka dia tidak dihisab, lalu dikatakan kepadanya: ”Masuklah ke surga”.

Rasulullah saw bersabda (yang artinya):
“ Haji yang mabrur lebih baik daripada dunia dan seisinya, dan haji mabrur tiada balasan yang setimpal baginya kecuali surga “ (HR. Bukhori Muslim dari Abu Harairah).
Rasulullah saw bersabda (yang artinya):
“ Orang yang haji dan umrah adalah tamu Allah dan para pengunjung-Nya, jika mereka memohon sesuatu kepada-Nya, maka Dia akan memberikannya. Dan jika mereka minta ampun, maka Dia akan mengampuninya dan jika mereka berdoa maka dikabulkan doa mereka dan jika mereka memohon syafaat maka mereka diberi syafaat “ (HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

Abdullah bin Abbas meriwayatkan dari Nabi Muhammad saw, beliau bersabda(yang artinya):
“ Turun setiap hari pada Ka’bah ini 120 rahmat, enam puluh untuk orang yang thawaf, empat puluh untuk orang yang sholat disana dan dua puluh untuk orang yang memandang (nya) “ (HR. Ibnu Hibban dan Al Baihaqi)

Rasulullah saw bersabda (yang artinya):
“ Ya Allah ampunilah orang-orang yang haji dan orang yang dimohonkan ampun oleh orang yang haji “ (HR. Al Hakim dari Abu Hurairah)
Imam Mujahid dan lainnya dari kalangan Ulama berkata :
“ Sesungguhnya orang-orang yang haji manakala sampai di Makkah, maka mereka disambut oleh malaikat. Mereka (para malaikat) menjemput orang-orang yang haji. Mereka memberi salam kepada orang-orang yang mengendarai onta, menjabat tangan para pengendara keledai (binatang) dan mereka memeluk para pejalan kaki dengan pelukan hangat “.
Imam Hasan Al Bashri berkata : “ Barang siapa yang meninggal setelah ramadhan atau setelah perang fi sabilillah atau setelah haji maka dia meninggal sebagai syahid “. (lihat Ihya’ Ulumiddin bab Haji)

Ancaman bagi yang mampu tapi tidak berhaji

Rasulullah SAW bersabda (yang artinya):
“ Barang siapa memiliki bekal dan kendaraan untuk menyampaikannya ke Baitullah al Haram, lalu dia tidak berhaji, maka tiada urusan baginya mau mati dalam keadaan Yahudi atau Nashrani “. (HR. At Tirmidzi dan al Baihaqi dari Ali bin Abi Thalib)

Dari hadits diatas Ulama mengambil hikmah, bahwa haji akan menghantarkan pelakunya pada husnul khotimah, kebahagiaan dan meninggal dalam islam.
Rasulullah Saw bersabda (yang artinya):
“ Sungguh seorang hamba telah Aku sehatkan jasmaninya, Aku luaskan hartanya, lalu berlalu kepadanya lima tahun sedang dia tidak datang kepada-Ku (berhaji), maka dia terjauhkan dari Ridho (Ku) “ (HR. Ibnu Hibban dan Al Baihaqi dari Abu Sa’id al Khudri).

Harta (bekal) untuk haji

Seharusnya harta yang digunakan untuk beribadah kepada Allah adalah harta yang bersih, halal dan didapat dengan cara yang halal menurut agama. Bagaimana akan sempurna dan diterima ibadah haji seorang hamba jika harta yang dipakainya sebagai bekal adalah dari harta haram, mencuri, menipu dan hasil riba (membungakan uang) atau dari jalan lain yang tercela dan tidak dibenarkan menurut agama.

Ada sebuah peringatan dari Rasulullah SAW, bahwa siapa yang berhaji dengan harta yang halal (bersih), berangkat dengan hati yang bersih pula dan tunduk kepada Allah, maka jika dia bertalbiah: “ Laibbaik Allahumma Labbaik (Ya Allah aku datang memenuhi panggilanMu), maka ada seruan dari langit : “ Labbaik wa Sa’daik (Allah kabulkan hajimu), kebahagiaan untukmu, perbekalanmu dari barang halal, kendaraanmu halal, maka hajimu mabrur tiada dosa bagimu”. Tetapi jika dia berangkat dengan harta yang kotor, diperoleh dengan cara haram. Pada saat dia bertalbiah, maka ada seruan dari langit :”Panggilanmu tidak diterima, tiada kebahagiaan bagimu, perbekalan dan nafakahmu haram, hajimu tertolak dan mendatangkan dosa“. Hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thabarani dalam Mu’jamul Ausath dari Abu Hurairah RA. Wallahu A’lam.

Selasa, 24 November 2009

Hukum parfum beralkohol

Bagaimana hukum menggunakan parfum (minyak wangi) yang mengandung Alkohol?
Dikutip Dari Buku Terbaru Ust. Novel Bin Muhammad Alaydrus

Inilah Jawabannya

Bagaimana sebenarnya hukum menggunakan parfum (minyak wangi) atau cologne yang mengandung Alkohol?


Jawab:

Para ulama berbeda pendapat tentang kenajisan atau kesucian Alkohol yang terdapat di dalam parfum (minyak wangi) dan sejenisnya. Di antara mereka ada yang menyatakan kenajisannya secara mutlak dan ada pula yang menyatakan bahwa alkohol yang terdapat di dalam parfum termasuk najis yang dimaafkan. Karena memakai parfum bukanlah sesuatu yang sangat memaksa (bukan sebuah keharusan), maka lebih baik jika kita memilih pendapat yang lebih aman, yang lebih berhati-hati.

Dalam fatwanya, Habib 'Umar bin Sâlim bin Hafîdz menjelaskan bahwa seandainya parfum yang mengandung alkohol tersebut diminum dan ternyata memabukkan, maka parfum tersebut tergolong sebagai khamr. Sebab, dalam sebuah Hadis, Rasulullah saw bersabda:

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ
ِSegala sesuatu yang memabukkan adalah khamr dan semua khamr adalah haram. (HR Muslim)

Sebagian besar ulama ahli menyatakan bahwa khamr dan semua benda cair yang memabukkan adalah najis, baik secara lahiriah maupun batiniah. Oleh karena itu, kendati ada ulama yang berpendapat akan kesuciannya, setiap Muslim yang ingin menjaga sisi keagamaannya, maka hendaknya ia tidak menggunakan parfum yang mengandung alkohol tersebut. Seandainya tubuh atau pakaian yang ia kenakan terkena parfum itu, maka hendaknya ia segera mensucikannya. Janganlah ia shalat dengan pakaian yang terkena parfum tersebut.

Minggu, 01 November 2009

Pidato Sayidina Abu Bakar As-Shidiq setelah dibai'at

Baru-baru ini para pejabat yang baru saja dilantik (di bai'at)merasa bangga dengan jabatan barunya.dan banyak janji-janji yang belum tentu ditepati, Marilah kita tengok sejenak bagaimana kondisi ini kita sinkronkan dengan Abu bakar As-Shidiq ketika di bai'at jadi kholifah (presiden)


setelah Rasulullah wafat pada hari senin 12 Rabi’ul Akhir 11 H, tokoh2 kaum muslimin baik dari kalangan anshar maupun muhajirin disibukkan dengan pembahasan siapa yang akan menggantikan Rasulullah Saw sebagai kepala negara. setelah bermusyawarah, kaum muslimin membai’at Abu Bakar Ash Shiddiq sebagai Khalifah di Saqifah Bani Sa’idah. keesokan harinya barulah kaum muslimin secara keseluruhan membai’at Abu Bakar Ash Shiddiq dan tidak lama setelah itu kaum muslimin menguburkan jazad Rasulullah Saw.

Setelah Abu Bakar Ash Shiddiq di bai’at menjadi khalifah, beliau mengucapkan pidato politik pertamanya.

“amma ba’du. Wahai manusia, aku telah diserahi kekuasaan untuk mengurus kalian, padahal aku bukanlah orang terbaik dari kalian. untuk itu, jika aku melakukan kebaikan, maka bantulah aku, jika aku berbuat salah, maka ingatkanlah aku. jujur itu amanah, sedang dusta itu khianat. orang lemah di antara kalian adalah orang kuat di sisiku hingga aku berikan haknya insya Allah, dan orang kuat di antara kalian adalah orang lemah di sisiku hingga aku mengambil haknya darinya insya Allah. tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah, melainkan Allah menjadikan hidup mereka hina dan dihinakan, tidaklah perbuatan zina menyebar di suatu kaum, melainkan Allah akan menyebarkan malapetaka di tengah-tengah mereka. untuk itu, taatlah kalian kepadaku selama aku masih taat kepada Allah dan RasulNya. jika aku bermaksiat kepada Allah dan RasulNya, maka bagi kalian tidak ada ketaatan kepadaku. dirikanlah shalat kalian, semoga Allah merahmati kalian.”

pidato khalifah ini berisi lima dasar politik Daulah Islam ke depan. lima dasar tersebut adalah :

1. memelihara syariat Allah dan mewujudkan kedaulatannya.

2. membangun oposisi yang konstruktif

3. memperhatikan kaum lemah hingga kuat

4. melakukan jihad fi sabilillah secara kontinyu

5. memerangi ketidakadilan